Kamis, 22 Maret 2012

AS Pamerkan UFO & Benda Alien dari Area 51

 


Headline
huffingtonpost.com


Ajang pameran ‘Area 51: Myth or Reality’ akan diselenggarakan pada 26 Maret. Pameran ini akan memamerkan sejarah seputar UFO dan benda-benda alien misterius.

Pameran ini akan diselenggarakan di Smithsonian-Affiliated National Atomic Testing Museum di Las Vegas, Amerika Serikat (AS). “CIA ‘membuang’ catatan di Area 51 pada akhir 1960an hingga awal 1970an. Kini, catatan itu akan dipublikasikan,” kata CEO Museum dan Direktur Eksekutif Allan Palmer.
Kini, Area 51 yang terkait erat UFO, alien dan perjalanan waktu alien dan sejenisnya akan terpublikasikan, lanjutnya. Selama bertahun-tahun, konspirasi UFO mengklaim militer AS menggunakan fasilitas rahasia di gurun Nevada ini untuk memeriksa UFO.
Tak hanya itu, jurnalis George Knapp yang mendapat penghargaan Emmy mengatakan seperti dikutip HuffPost,
“Ada benda terbang yang sangat aneh di sekitar Area 51 di mana tak ada seorang pun yang melaporkannya dengan serius,”

Ahli Temukan Kehidupan di Luar Bumi


Headline
dailymail.co.uk

London – Para astronom mengaku menemukan tanda-tanda kehidupan setelah mengarahkan teleskop terbesar dunia ke bulan. Teknik ini akan membawa manusia bertemu alien.

Tanda-tanda yang ditemukan di bulan ini dipantulkan dari Bumi dalam ‘sinar Bumi’ yang cahaya matahari dipantulkan dari Bumi ke bulan. Kini teleskop mulai bisa mencari ‘jejak’ nyata ini untuk memastikan keberadaan kehidupan di ‘exoplanet’ di bintang jauh.
Tanda-tanda kehidupan ini merupakan perpaduan oksigen, ozon, metana dan karbon dioksida yang mengkhianati keberadaan kehidupan organik. Para peneliti juga mempelopori metode super sensitif dalam mengidentifikasi tanda-tanda kehidupan ini.
“Cahaya dari planet jauh ini sangat sulit dianalisa. Namun cahaya yang dipantulkan planet terpolarisasi. Jadi teknik polarimetrik ini akan membantu mencari cahaya lemah exoplanet,” kata Dr Stefano Bagnulo dari Armagh Observatory. Demikian seperti dikutip DM.

"Tomcat" tidak berbahaya bagi manusia


       Serangga tomcat (Paederus riparius)

 Pakar entomologi (ilmu tentang serangga) dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Aunu Rauf, mengatakan serangga tomcat tidak berbahaya bagi manusia.

"Serangga tomcat ini lebih banyak manfaatnya dari pada mudarotnya. Karena dia merupakan sahabat manusia dalam mengendalikan hama wereng coklat," kata Rauf saat ditemui di kediamannya di Bogor Baru Kota Bogor, Selasa.

Dia mengatakan, serangga tersebut tidak akan menyerang manusia selama dirinya tidak diganggu. Karena serangga tersebut akan mengeluarkan racunnya bila ia merasa terancam.

Lebih lanjut Aunu menjelaskan, tomcat merupakan golongan kumbang dengan nama ilmiah Paederus riparius. Dia memiliki musuh sekaligus mangsa alami dari kalangan serangga juga, yaitu hama wereng, yang sering merusak pertumbuhan padi (Orizae sativa).

Jika tomcat merasa terganggu, dia "menyerang" organisme pengganggunya itu dengan cara menusukkan sejenis nozzle tajam ke kulit penyerang dan mengeluarkan eksudat, venerin, yang dapat melumpuhkan. Kehadiran eksudat itu di dalam tubuh manusialah yang kemudian menimbulkan efek "luka bakar" yang menyengat.

Tomcat ini sangat tertarik pada cahaya di malam hari. Diperkirakan, cahaya lampu apartemen tersebutlah yang menarik kedatangan tomcat ke pemukiman warga.

Serangga yang berukuran sekitar satu centimeter ini, memiliki sayap dan warna tubuh oranye kecoklatan.
"Warna oranye kecoklatan ini adalah warna peringatan bahwa serangga ini memiliki alat beladiri yang efeknya serupa racun," katanya.

Menurut dia sudah menjadi hal rutin setiap setahun sekali tomcat ini mendatangi pemukiman karena pola hidupnya yang pada malam aktif bergerak mencari mangsa ataupun mencari pasangan.

"Karena saat ini berkaitan dengan berakhirnya musim hujan ditambah pula musim panen jadi populasinya menjadi meningkat," kata Rauf.

Untuk menghindari serangan Tomcat, lanjut Aunu, masyarakat harus menghindari kontak fisik dengan serangga tersebut.

"Kalau terkena racunnya segeralah mencucinya dengan sabun dan kalau perlu ke dokter untuk meminta resep obat yang pas untuk menangkal racunnya," katanya.

Dia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan serangan tomcat tersebut. Karena selama ini hama asli Indonesia tersebut juga ada di sejumlah negara, seperti Malaysia. Tetapi tidak pernah menyerang manusia.

Untuk menghindari tomcat masuk rumah dengan menutup jedela dan mengurangi pencahayaan di rumah agar tomcat tidak tertarik masuk rumah.

Studi: Permukaan Air Laut Global akan Naik 22 Meter

Kendati manusia berhasil membatasi pemanasan global jadi dua derajat Celsius, sebagaimana disarankan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change, generasi masa depan harus berhadapan dengan permukaan air laut yang 12 sampai 22 meter lebih tinggi daripada saat ini. Beberapa peneliti yang dipimpin Kenneth Miller, profesor Ilmu Planet dan Bumi di Rutgers University, mencapai kesimpulan itu setelah mempelajari batu karang dan inti tanah di Virginia, Eniwetok Atoll di Pasifik serta Selandia Baru.
Mereka meneliti lempengan zaman Pliocen, 2,7 juta sampai 3,2 juta tahun lalu, saat terakhir kali tingkat karbon dioksida di atmosfir berada pada tingkat saat ini, dan temperatur atmosfir dua derajat Celsius lebih tinggi daripada sekarang.

"Perbedaan dalam volume air yang dikeluarkan sama dengan pencairan seluruh Lapisan Es di Greenland dan Antartika Barat, serta sebagian margin kelautan di Lapisan Es Antartika Timur," kata Direktur Program Division of Earth Sciences di National Science Foundation, Richard Lane yang mendanai kegiatan tersebut.

"Kenaikan semacam itu pada permukaan samudra jaman moden akan merendam semua pantai di dunia dan mempengaruhi sebanyak 70 persen populasi dunia," kata Lane di penelitian yang disiarkan di jurnal Geology, Senin (19/3).

"Anda harus menjual rumah pantai Anda. Sebab pencarian lapisan es besar ini akan terjadi dari beberapa abad sampai beberapa ribu tahun," kata Kenneth Miller. "Lintasan saat ini bagi kenaikan global permukaan air laut Abad 21 ialah 0,8 sampai satu meter akibat menghangatnya air samudra, pencairan sebagian gletser gunung, dan pencarian sebagian lapisan es Greenland serta Kutub Selatan." 

Namun Kennter Miller mengatakan penelitian itu menyoroti kepekaan lapisan es besar di Bumi terhadap perubahan temperatur, sehingga menunjukkan bahwa sekalipun sedikit saja peningkatan temperatur bisa mengakibatkan kenaikan permukaan air laut dalam jumlah besar.(ant/DOR)