Selasa, 24 Januari 2012

Hukum Administrasi Negara



SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A.                  Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara fomal artinya darimana hukum itu dapat ditemukan, darimana asal mulanya hukum, dimana hukum dapat dicari atau hakim menemukan hukum, sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku dan lain sebagainya.
Aktivitas Hukum Administrasi Negara yang mencakup kegiatan administrasi negara yang bersifat nasional dan juga internasional sebagai perkembangan global        saat ini, tentunya menjadikan bahwa sumber hukum administrasi negara dapat berasal dari sumber hukum nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain dan juga berupa konvensi internasional yang telah diratifikasi.
B.         Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil
            Sumber hukum, dapat dibagi atas dua yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil yaitu factor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sedangkan Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.                      
            Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
1)        Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
2)        Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.
MENURUT PARA AHLI:
1.      Van Apeldoorn  dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum, yaitu:
1)        Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua yaitu:
·         Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya hukum secara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan sebagainya.
·         Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil bahannya.
2)        Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan sebagainya.
3)        Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi dua yaitu:
a.    Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana.             Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab tantangan pertanyaan ini yaitu:
·      Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
·      Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari akal manusia
·      Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari kesadaran hukum
b.         Sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
4)        Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan masyarakat. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar negara.
2.      Marhaenis (1981:46), membedakan sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum ditinjau dari Filosofis Idiologis dan sumber hukum dari segi Yuridis.
1)        Sumber Hukum Filosofis Idiologis, ialah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan individu, nasional, atau internasional sesuai dengan falsafah dan idiologi (way of life) dari suatu Negara Seperti liberalisme, komunisme, leninisme, Pancasila.
2)        Sumber Hukum Yuridis, merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis idiologis, yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan sumber hukum materiil.
a.       Sumber Hukum Materiil, ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya misalnya: KUHP segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum, kejahatan, dan pelanggaran. KUHPerdata, dari segi materiilnya mengatur tentang masalah orang sebagai subyek hukum, barang sebagai obyek hukum, perikatan, perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa.
b.      Sumber Hukum Formal, adalah sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal yaitu sumber hukum dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari: Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, Traktat.
3.      Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:
1.    Undang-undang/Hukum Administrasi Negara Tertulis
2.    Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum Kebiasaan)
3.    Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun yang tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)
4.    Doktrin/Pendapat para ahli Hukum Administrasi Negara
1)      Undang-Undang (Statute)
Yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti yakni:
Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan oleh presiden bersama-sama DPR, contoh UUPA, UU tentang APBN, dll.
Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau dari segi kekuatan mengikatnya undang-undang ini mengikat setiap WNI di bidang agraria.
            Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.
Dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut maka kedudukan DPR jelas merupakan lembaga pemegang kekuasaan legislatif, sedangkan fungsi inisiatif di bidang legislasi yang dimiliki oleh Presiden tidak menempatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan utama di bidang ini. Perubahan ini sekaligus menegaskan bahwa UUD 1945 dengan sungguh-sungguh menerapkan sistem pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikati dimana sebelumnya fungsi legislatif dan eksekutif tidak dipisahkan secara tegas dan masih bersifat tumpang tindih.
2)      Kebiasaan (Costum)
Yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Sudikno (1986: 84) menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu yaitu:
·        Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata consuetindo).
·        Syarat intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
3)      Keptusan-Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Purnadi Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (bahasa latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie” dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene rechtsleer: General theory of law), sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama.
Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi) yaitu:
a.      Pertimbangan Psikologis
Hal ini biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya tersebut.
b.      Pertimbangan Praktis
Pertimbangan praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan oleh pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang tingkatannya lebih rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari keputusan yang lebih tinggi untuk kasus yang sama, maka keputusan tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan pada waktu putusan itu dimintakan banding atau kasasi.
c.       Pendapat Yang sama
Pendapat yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.
4)      Traktat (Treaty)
Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati oleh kedua belah pihak.
Ada beberapa macam traktat (treaty) yaitu:
a.      Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig
Yaitu apabila perjanjian dilakukan oleh dua negara. Contoh: Traktat antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Perjanjian ekstradisi menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.
b.      Traktat Multilateral
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contoh: Perjanjian kerjasama beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti NATO.
c.       Traktat Kolektif atau traktat Terbuka
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh oleh beberapa negara atau multilateral yang kemudian terbuka untuk negara lain terikat pada perjanjian tersebut. Contoh: Perjanjian dalam PBB dimana negara lain, terbuka untuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat pada perjanjian yang ditetapkan oleh PBB tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar